Beragam penelitian dan program telah dilakukan untuk Sungai Ciliwung. Namun, sungai ini tetap saja tercemar, bahkan hilir sungai telah berstatus tercemar berat. Tulisan ini sedikit mengulas tentang pencemaran di Sungai Ciliwung. Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung adalah salah satu DAS di Indonesia, yang merupakan Urban Watershed yang perlu dikelola secara khusus (Kusmana, 2003). DAS Ciliwung memiliki luas areal 347 km2, mencangkup areal mulai dari bagian hulu di Tugu Puncak, Kabupaten Bogor sampai hilir Teluk Jakarta sebagai outlet DAS. Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dan pertambahan penduduk cukup tinggi. Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung cenderung mengarah pada penurunan kemampuan lahan dalam meresapkan air, dan melindungi tanah dari erosi, yang pada akhirnya menyebabkan tingginya limpasan permukaan dan erosi.
Sumber gambar: http://www.thejakartapost.com/files/images/p04-bbb.jpg
Selain air, Sungai Ciliwung juga mengalirkan sedimen dan polutan dari hulu hingga ke hilir. Menurut Kusmana (2003), sumber pencemaran Ciliwung berasal dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah peternakan. Beban pencemaran terbesar pada parameter BOD berasal dari permukiman penduduk, terutama di daerah hulu (39 persen) dan di daerah hilir (84 persen). Adapun di daerah tengah yang melalui Kota Bogor sampai Kota Depok, sumber pencemaran didominasi oleh industri. Masing-masing sebesar 64 persen dan 86 persen. Industri yang dimaksud antara lain industri tekstil di daerah Tajur, industri kecil makanan dan minuman, serta pabrik tahu tempe yang umumnya berada di tepi sungai atau anak-anak sungai.
Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung masih didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan, yaitu 61% dari luas DAS Ciliwung hulu dan 73% DAS Ciliwung tengah (Kusmana, 2003). Kawasan hutan yang terdapat di DAS Ciliwung hulu seluas 5.310 ha. Menurut Kusmana (2003), terjadi penurunan luas hutan di Ciliwung pada tahun 2003, yakni di Ciliwung Hulu seluas 2 ha, perkebunan seluas 35 ha, sawah seluas 62 ha, dan lahan tegalan seluas 152 ha, penurunan penggunaan lahan serupa didapati juga di kawasan tengah. Peningkatan mencolok terjadi pada luas kawasan pemukiman, baik di Ciliwung Hulu maupun Tengah, masing-masing meningkat dari 255 ha menjadi 506 ha untuk Ciliwung Hulu dan dari 1.147 ha menjadi 1.961 ha untuk Ciliwung Tengah, atau peningkatan masing-masing sebesar 98% dan 71% yang diperoleh terutama dari pengurangan luas sawah dan tegalan, baik di kawasn hulu maupun tengah.
Perubahan penggunaan lahan, serta bertambahnya kawasan pemukiman di Ciliwung Hulu dan Tengah berimplikasi pula terhadap masuknya polutan ke DAS Ciliwung. Menurut Kusmana (2003), sumber pencemaran Ciliwung berasal dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah peternakan. Polutan atau sumber pencemaran yang masuk dari bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung terus dialirkan hingga ke bagian hilir atau merupakan muara Sungai Ciliwung yang menuju estuari Teluk Jakarta.
Melalui pergerakan air sungai, aliran air larian (direct runoff), dan aliran air tanah (ground water flow), nutrien, bahan pencemar dan sedimen dari daratan akan terakumulasi di muara sungai. Sumber limbah dari kegiatan di darat, terutama dari kegiatan rumah tangga dan pertanian yang sebagian besar mengandung bahan organik (Dwiyanti, 2009). Proses penguraian bahan organik tersebut akan menghasilkan unsur hara, diantaranya adalah nitrogen (N) dan fosfor (P). Kandungan limbah organik yang berlebihan akibat pembuangan limbah organik di perairan estuari yang melebihi kemampuan daya asimilasi estuari tersebut akan menyebabkan pencemaran estuari dan menimbulkan pengkayaan nutrien berlebihan (eutrofikasi). Akumulasi beban pencemaran DAS Ciliwung yang mengalirkan limbah organik berpotensi menimbulkan pengkayaan nutrien berlebihan di Muara Sungai Cliwung (estuari Teluk Jakarta)
Keterkaitan antara dampak yang ditimbulkan oleh polutan dari Sungai Ciliwung terhadap muara Sungai Ciliwung, merupakan akibat adanya interaksi wilayah darat dengan sistem sungai, maka timbul pemikiran untuk melakukan penelitian daya tampung beban pencemaran di Muara Ciliwung. Distribusi limbah organik nitrogen (N) dan fosfor (P) dari sistem aliran Sungai Ciliwung berpengaruh terhadap proses pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) di muara Sungai Ciliwung. Wilayah kajian dalam penelitian ini adalah Muara Sungai Ciliwung, yang merupakan bagian dari perairan estuari Teluk Jakarta, serta DAS Ciliwung dari hulu hingga muara di Teluk Jakarta meliputi luas area 347 km2. Panjang sungai utamanya adalah 117 km. DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: hulu, tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendungan Katulampa Bogor, Ratujaya Depok dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan (Pawitan, 2002).
Keberagaman kegiatan di sepanjang Sungai Ciliwung menimbulkan beban pencemaran yang akan terakumulasi di muara Sungai Ciliwung. Akumulasi beban pencemaran organik dari Sungai Ciliwung berkontribusi terhadap terjadinya pengayaan unsur hara (eutrofikasi) di Muara Sungai Ciliwung. Dengan demikian, hasil penelitian beban pencemaran DAS Ciliwung serta daya tampung DAS Ciliwung dapat dimanfaatkan untuk menyusun program pengelolaan sungai dalam rangka pengendalian pencemaran, termasuk pengendalian eutrofikasi di Muara Ciliwung (estuari Teluk Jakarta).
Peningkatan bahan pencemar, terutama bahan pencemar organik terus masuk ke badan air daerah aliran Sungai Ciliwung. Beban pencemaran organik, terutama berasal dari limbah pertanian, limbah peternakan dan limbah rumah tangga. Limbah organik terurai menjadi senyawa nitrogen (N) dan fosfor (P) sebagai unsur hara, yang dalam jumlah berlebih mengakibatkan eutrofikasi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai beban pencemaran Sungai Ciliwung yang kemudian menjadi dasar bagi penyusunan perencanaan pengelolaan sungai khusunya untuk pengendalian pencemaran bahan organik N dan P. Sehingga sumber beban pencemaran yang masuk ke aliran sungai tidak melebihi kemampuan asimilasi sungai.
Peningkatan konsentrasi nitrogen (N) dan fosfor (P) di daerah aliran Sungai Ciliwung berpotensi menimbulkan eutrofikasi di muara Sungai Ciliwung. Saat ini, beberapa ruas Ciliwung telah tercemar berat, bahkan beban pencemarnya telah melampaui daya dukung. Beban pencemar di segmen V (Kelapa Dua-Manggrai) dan segmen VI (Manggarai-Ancol) Sungai Ciliwung telah telah melebihi kemampuan sungai untuk memulihkan diri. By. Rahma Widhiasari