Pendidikan Pemberdayaan Perempuan: Dalam Model Pemanfaatan
Sumber Daya Air Berkelanjutan[1]
A. Pembangunan Berkelanjutan
Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan berkelanjutan, menurut Haris (2000) dalam Fauzi (2004) bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu:
- Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.
- Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungis ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
- Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi (ecological objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi terkait dengan masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam (natural resources conservation); dan tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan (poverty) dan pemerataan (equity). Dengan demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial (Munasinghe, 1993).
Dalam Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan, berdasarkan publikasi Our Common Future, terdapat 22 prinsip pembangunan berkelanjutan. Salah satu prinsip pembangunan berkelanjutan adalah: Perempuan mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan. Partisipasi kaum perempuan diperlukan untuk mencapai pembangunan berlanjut. Perempuan dapat mengambil peran dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan mereka. Oleh karena itu, kaum perempuan perlu dimotivasi apa yang menjadi keinginan mereka, serta menguatkan partisipasi mereka secara efektif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
B. Pemanfaatan Sumber Daya Air Bekelanjutan
Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan, transportasi, produksi pertanian, dan sebagainya. Jika air tidak tersedia maka proses produksi akan terhenti. Ini berarti bahwa sumberdaya air menjadi faktor kunci untuk keberlanjutan pembangunan. Dalam pemanfaatan sumber daya air terdapat berbagai permasalahan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Gejala Krisis Air di Beberapa Wilayah Indonesia
Di beberapa wilayah Indonesia gejala krisis mulai tampak. Krisis air dapat diukur dari Indeks Penggunaan Air (IPA) yaitu rasio antara penggunaan dan ketersediaan air. Semakin tinggi angka IPA semakin sedikit ketersediaan air di suatu wilayah. Apabila angka IPA berkisar antara 0,75-1,0 maka dikatakan keadaan “kritis”. Jika lebih dari 1,0 maka suatu wilayah dikatakan “sangat kritis” atau defisit air, sedangkan jika IPA-nya berkisar antara 0,30-0,60 tergolong “normal” dari segi ketersediaan air.
Pada tahun 2010 Jawa, Madura dan Bali diperkirakan sudah termasuk kategori“sangat kritis” karena untuk Jawa dan Madura diduga mempunyai IPA sebesar 1,89 dan Bali 1,13. Nusa Tenggara Barat tergolong dalam keadaan “kritis” dengan IPA 0,92. Di daerah-daerah lain kecuali Nusa Tenggara Timur (dengan IPA sekitar 0,73) kondisinya relatif masih baik karena mempunyai IPA di bawah 0,50 ( Osmet, 1996; dan Sugandhy, 1997). Terjadinya krisis air dapat dipicu oleh sikap dan perilaku masyarakat yang cenderung boros dalam memanfaatkan air, karena air sebagai milik umum (common property) dianggap tidak terbatas adanya dan karenanya dapat diperoleh secara gratis. Padahal, air sebagai sumber daya alam, adalah terbatas jumlahnya karena memiliki siklus tata air yang relatif tetap.
Melihat kondisi di atas, persaingan dalam pemanfaatan air akan semakin tajam pada masa-masa mendatang, maka air terlebih lagi air bersih (air minum) relatif semakin langka dan karenanya akan menjadi economic good. Suatu saat mungkin akan terjadi suatu situasi dimana kalau si pengguna tidak punya uang untuk membayar air yang dibutuhkannya maka ia tidak akan mendapatkan air (no money no water). Dengan demikian, gejala krisis air menuntut pengelolaan sumberdaya air yang lebih cermat, lebih hemat dan lebih efisien.
2. Degradasi Sumberdaya Air
Keluhan-keluhan disertai protes oleh masyarakat tentang adanya pencemaran air telah bermunculan di beberapa tempat sebagai akibat adanya limbah industri termasuk limbah dari industri pariwisata seperti hotel dan restoran. Kecenderungan menurunnya kualitas air akan meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan industri yang mengeluarkan limbah, pertumbuhan perumahan secara eksponensial dan pertambahan penggunaan bahan-bahan organik sintetis. Di Sungai Ciliwung, pada bagian hilir (ruas Manggarai-Ancol) kualitas air telah tercemar berat, bahkan kualitas air telah melebihi baku mutu kelas IV, atau tidak dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Sedangkan ruas Sungai Ciliwung, dari Kelapa Dua hingga Manggarai, hanya dapat digunakan untuk menyiram tanaman (Widhiasari, 2010).
Intrusi air laut juga telah terjadi di beberapa tempat karena eksploitasi yang berlebihan terhadap air tanah. Pembabatan hutan dengan semena-mena tanpa kendali mengakibatkan berkurangnya kuantitas air dan tidak jarang menimbulkan banjir terutama pada musim penghujan. Air tanah dan air permukaan mulai terkontaminasi zat-zat kimia yang mengandung racun akibat limbah industri, limbah dari saluran irigasi yang mengandung pestisida maupun limbah domestik. Degradasi sumber daya air dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat. Air irigasi yang tercemar juga dapat berakibat buruk terhadap hasil panen, sehingga secara keseluruhan tercemarnya sumber daya air dapat mengancam kesejahteraan masyarakat.
3. Konflik Akibat Persaingan yang Semakin Tajam antar Pengguna Air
Meningkatnya pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang menuntut terpenuhinya kebutuhan air yang terus meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Persaingan yang menjurus ke arah konflik kepentingan dalam pemanfaatan air antara di berbagai sektor yang cenderung meningkat di masa-masa mendatang.
Konflik akibat persaingan dalam pemanfaatan air sudah sering terjadi di kalangan petani padi sawah, terutama di tempat-tempat yang langka air, lebih-lebih lagi pada musim kemarau, misalnya pada kasus subak di Bali. Konflik antar petani dalam pemanfaatan air irigasi, biasanya terjadi antara kelompok petani hulu dan kelompok petani hilir. Pada tahun 1996, terjadi kasus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yaitu pengusiran petugas PDAM oleh 300 orang petani bersama penduduk di tiga kampung sekitar Daerah Irigasi Ciherang. Petani-petani marah karena petugas PDAM menggali pipa air di Daerah Irigasi Ciherang untuk menyadap air di bagian hulu Sungai Cisangkuy yang juga merupakan sumber air bagi petani Ciherang (Kurnia, G. dkk., 1996). Masih banyak konflik pemanfaatan air yang juga terjadi di daerah-daerah lain yang kerap diberitakan oleh berbagai media masa.
C. Pemberdayaan Perempuan dalam Pemanfaatan SDA
Dalam prinsip pembangunan berkelanjutan telah dikemukakan bahwa perempuan mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan. Berkenaan dengan peranan perempuan dalam pembangunan lingkungan, perempuan juga dapat mengambil peran dalam pemanfaatan sumberdaya air. Peran perempuan dalam melestarikan sumber daya air dapat dikatakan memiliki peran yang sama dengan peran laki-laki. Pada dasarnya prinsip persamaan telah menjadi bagian dari sistem hukum kita, sebagaimana tercermin secara umum dalam Pasal 27 UUD 1945. Oleh karena itu, diharapkan adanya komitmen bersama terhadap upaya pelestarian sumber daya air.
Pemberdayaan perempuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan perempuan dalam mengelola lingkungan, khususnya sumber daya air, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat dicapai. Dalam pemanfaatan sumber daya air diperlukan pendidikan pada kaum perempuan agar berpartisipasi aktif dalam pembangunan berkelanjutan, kemudian menerapkan bersama kelompoknya untuk turut melestarikan sumber daya air, dengan kapasitas yang dimilikinya. Antara lingkungan dan perempuan memiliki keterkaitan yang erat, sehingga aktivitas perempuan terhadap lingkungannya akan berdampak pada kehidupan baik secara langsung atau pun tidak langsung.. by. Rahma Widhiasari
[1] Disampaikan oleh Tim Fasilitator Kelompok Model Pemanfaatan Sumber Daya Air, dalam Workshop “Pendidikan Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan” . Bogor, 21-23 Agustus 2010.