Senin, 05 Maret 2012

Satus Mutu Air Hilir Ciliwung: Tercemar Berat


Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung yang terbentang dari hulu (Puncak-Bogor) hingga hilir (Ancol-Jakarta) tidak seluruhnya tercemar. Kita masih dapat menyeksikan pemandangan indah dan menyejukan ketika menyusuri bagian hulu Sungai Ciliwung. Namun, tidak demikian dengan hilir sungai yang telah berstatus tercemar berat. Air Sungai Ciliwung sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi sama sekali. Di bagian hulu, yakni di wilayah Telaga Warna, status mutu air Kelas I, yaitu peruntukan sebagai air baku air minum. Sedang untuk wilayah Attaawun-Cisarua berada pada status mutu kelas II, yakni dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan air tawar, rekreasi, mengairi tanaman dll. Wilayah Jemabatan Gadog-Kelapa Dua berstatus Kelas III, yakni dapat dimanfaatkan untuk pengairan pertanian. Namun hilir Ciliwung, mulai dari Manggarai memiliki status mutu Kelas IV, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk mengairi tanaman.

DAS Ciliwung memiliki fungsi sosial dan fungsi ekonomi. DAS Ciliwung yang melintasi wilayah Ibu Kota DKI Jakarta, adalah DAS urban yang memiliki arti strategis dalam konteks nasional, yang perlu dikelola secara khusus. Panjang sungai Ciliwung dari bagian hulu sampai muara di pesisir pantai Teluk Jakarta adalah  ± 117 km, dengan luas DAS Ciliwung sekitar 347 km2. DAS Ciliwung mencangkup areal mulai dari bagian hulu di Tugu Puncak (Kabupaten Bogor) sampai hilir di Teluk Jakarta (Jakarta Utara). Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dan pertambahan penduduk cukup tinggi. Perubahan penggunaan lahan, serta bertambahnya kawasan pemukiman di Ciliwung hulu, tengah dan hilir berimplikasi terhadap masuknya polutan ke DAS Ciliwung. Sumber pencemaran Sungai Ciliwung berasal dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah peternakan.

Hasil pemantauan BPLHD (2007) menyebutkan bahwa kualitas air Sungai Ciliwung  semakin tercemar pada bagian hilir yaitu berada pada kondisi kelas IV, artinya air Sungai Ciliwung hanya dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Hasil penelitian Fadly (2007) mengungkapkan bahwa kualitas air Sungai Ciliwung yang memasuki Kota Jakarta yaitu bagian hilir telah berada di atas baku mutu air sungai KepGub DKI Jakarta No.582 Tahun 1995, yang artinya telah tercemar. Keberagaman kegiatan di sepanjang DAS Ciliwung menimbulkan buangan limbah, yang berkontribusi terhadap peningkatan beban pencemaran di DAS Ciliwung. Badan air memiliki kemampuan untuk memulihkan diri dan melakukan pembersihan diri pada batasan tertentu. Namun beban pencemaran yang terus meningkat dapat menurunkan kemampuan pemulihan diri sungai. kemudian berdampak pada penurunan kualitas air sungai. Berdasarkan uraian di atas, pokok permasalahan adalah belum adanya penelitian yang menyeluruh tentang daya tampung di DAS Ciliwung dari hulu ke hilir, padahal kualitas air DAS Ciliwung semakin tercemar dan mengarah pada peningkatan beban pencemaran. Oleh karena itu, perlu diketahui informasi mengenai daya tampung beban pencemaran di DAS Ciliwung, yang kemudian menjadi dasar pengelolaan pengendalian pencemaran di DAS Ciliwung..

Widhiasari (2010), dengan pendekatan penelitian kuantitatif-deskriptif melakukan penelitian terhadap DAS Ciliwung. Metode kuantitatif deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi. Tujuannya adalah untuk menjelaskan kondisi kualitas air, beban pencemaran dan daya tampung di DAS Ciliwung, serta mendeskripsikan program pengendalian pencemaran di DAS Ciliwung. Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah dengan perhitungan metode Streeter Phelps (Program QUAL2Kw), observasi lapangan, wawancara mendalam dan studi literatur. Penelitian menggunakan data sekunder, berupa data kualitas air sungai (tahun 2004-2008), data hidrologi sungai, data curah hujan dan data sosial ekonomi. Serta data primer berupa hasil wawancara mendalam, dengan nara sumber yang mewakili pengelola DAS Ciliwung, kepala desa dan lurah di wilayah sekitar DAS Ciliwung. Penelitian dilakukan pada Desember 2009 hingga Februari 2010.

Hasil penelitian Widhiasari (2010) menunjukan, bahwa kondisi kualitas air berdasarkan parameter dissolved oxygen (DO), biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) di sepanjang Sungai Ciliwung dari tahun 2004 hingga 2008 fluktuatif. Kualitas air Sungai Ciliwung, dari hulu ke hilir menunjukkan trend semakin menurun, semakin ke hilir kualitas air semakin tercemar.

Pada tahun 2008, konsentrasi DO di hulu (Atta’awun-Katulampa) adalah 6,13-10,29 mg/l; di tengah (Katulampa-Kelapa Dua) konsentrasi DO adalah 3,85-9,19 mg/l dan di hilir (Kelapa Dua-PIK) konsentrasi DO adalah 0,56-3,05 mg/l. Oksigen terlarut semakin kecil konsentrasinya di hilir, dan konsentrasi BOD semakin besar di hilir. Pada tahun 2008, konsentrasi BOD di hulu (Atta’awun-Katulampa) adalah 1,8-4,8 mg/l; di tengah (Katulampa-Kelapa Dua) konsentrasi BOD adalah 2,6-14,15mg/l dan di hilir (Kelapa Dua-PIK) konsentrasi DO adalah 7,9-19,58 mg/l.

Penelitian Widhiasari (2010), dalam perhitungan menggunakan program QUAL2Kw, Sungai Ciliwung dibagi menjadi 6 segmen. Hasil analisa menunjukan bahwa beban pencemaran tertinggi berada di segmen 6 (Manggarai-Ancol) yakni sebesar 20.674,66 kg/jam. Beban pencemaran Sungai Ciliwung, dari hulu ke hilir meningkat signifikan di bagian hilir yakni di wilayah DKI Jakarta. Dari hasil analisa menggunakan program QUAL2Kw profil DO di hulu Sungai Ciliwung memperlihatkan bahwa konsentrasi DO mencapai 7-9,8 mg/l, kemudian mulai menurun di bagian tengah (2-6,8mg/l) dan  di hilir konsentrasi DO (0,30-2 mg/l). Dari hasil simulasi daya tampung beban pencemaran BOD, didapatkan bahwa keenam segmen tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas I dan kelas II. Pada baku mutu kelas III, segmen 1 dan segmen 2 masih memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas III, pada ruas Kedung Halang-Pondok Rajeg (segmen 3), telah melampaui daya tampung untuk baku mutu kelas III. Jadi,  segmen 3 hingga segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas III. Jika konsentrasi BOD dibandingkan dengan baku mutu kelas IV, segmen 1 hingga segmen 5 masih memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Ruas Kwitang-Ancol (segmen 6), telah melampaui daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Jadi, segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Kondisi ini didukung dengan nilai konstanta aerasi di bagian hilir semakin kecil, yang artinya kemampuan pulih diri badan air di bagian hilir pun semakin kecil. Program pengendalian beban pencemar dapat dilakukan melalui pengelolaan badan air dan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan media berfokus pada  perbaikan kualitas air sungai dengan melakukan reduksi BOD, meningkatkan debit air serta meningkatkan suplai oksigen. By. Rahma Widhiasari