Minggu, 11 November 2012

Keseriusan Jokowi dalam Pengelolaan Ciliwung


Gurbernur DKI yang baru, Jokowi kerap kali dielu-elukan banyak pihak. Jokowi yang terbukti berhasil memimpin Solo, dan terpilih menjadi walikota terbaik sedang membuktikan komitmennya untuk mengelola ibu kota dengan lebih baik. Diantara sekian banyak pekerjaan rumah Jokowi, Ciliwung adalah PR besar Gubernur DKI yang juga harus dikerjakan dengan serius. Pasalnya, sungai besar yang melintas di sepanjang ibu kota ini kerap kali menjadi penyebab terjadinya banjir. Ciliwung yang lekat dengan pencemaran perlu pengelolaan lebih serius.
Sungai sepanjang hampir 120 kilometer itu menjadi perhatian utama. Terutama karena merupakan ancaman banjir terbesar bagi Jakarta dibandingkan dengan 12 sungai lain yang masuk wilayah ibu kota.Di antara 13 sungai di Jakarta, Ciliwung satu-satunya yang melalui tengah kota, melewati perkampungan, perumahan padat, dan permukiman kumuh. Ada sekitar 3,5 juta jiwa yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung seluas 387 kilometer persegi ini.
Ciliwung sungai yang nyaris ”mati” di hilirnya juga menyumbang pencemaran di Teluk Jakarta. Di hilir Ciliwung yang airnya telah menghitam, yakni di aliran Muara Angke hingga Ancol n yaris tak ada lagi ikan. Ciliwung bahkan dinyatakan beracun, karena  kadar oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) yang rendah dan kadar biological oxygen demand (BOD) demikian tinggi, menjadikan organisme tak dapat bertahan hidup di sungai itu. Ciliwung telah telah menjadi tempat sampah raksasa. Beban yang harus ditanggung sungai utama di Jakarta ini kian berat karena penduduk dan industri di sekitarnya menjadikansungai itu ”tempat sampah raksasa” untuk membuang sampah organik ataupun anorganik.

Upaya Jokowi
Awal November lalu, Jokowi telah melakukan kunjungan dan meninjau Ciliwung dengan beberapa stafnya. Di beberapa media, Jokowi berkomentar akan melakukan normalisasi Kali Ciliwung yang saat ini mengalami penyempitan, Namun, sebenarnya yang diperlukan Ciliwung bukan hanya dinormalisasi, Ciliwung perlu “dihidupkan kembali”. Pencemaran Ciliwung perlu dientaskan agar organisme air dapat kembali mengfungsikan Ciliwung sebagai tempat hidupnya.
Kabarnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pun akan ikut turun tangan mengentaskan pencemaran ciliwung, terdapat wacana akan memanfaatkan bakteri pelumat limbah untuk mengurangi beban pencemar Ciliwung. Sebenarnya, perbaikan kondisi Ciliwung telah dilakukan sejak tahun 1989 melalui Program Kali Bersih (Prokasih). Pada awal 1990-an ada hampir 120 industri yang berkomitmen menurunkan kandungan limbah yang dibuang ke tiga sungai, di antaranya Sungai Ciliwung. Namun, nyatanya kondisi sungai saat ini tak berubah, bahkan kian kotor dan hitam. Masalahnya adalah rendahnya kesadaran masyarakat dan industri untuk menjaga sumber daya air ini.
Meningkatnya beban pencemar dan, penurunan kualitas air Sungai Ciliwung terbesar (80 persen) diakibatkan limbah domestik. Sehingga,  upaya perbaikan kualitas air Ciliwung bukan hanya pemulihan air sungai. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengelola sungai lebih diperlukan. Jokowi, sebagai pemimpin ibu kota perlu melakukan restorasi Ciliwung sebagai tonggak untuk mendorong kepedulian masyarakat memperbaiki kualitas air sungai ini.
Jokowi seyogyanya berkoordinasi dengan KLH yang akan melakukan restorasi sungai. KLH menginformasikan, jangka waktu pelaksanaan pembangunan sungai 30 bulan, mulai 3 Desember 2012. Rencananya, proses pembangunannya akan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia bersama Menteri Lingkungan Hidup Republik Korea. Proyek percontohan restorasi sungai ini, meliputi pembangunan fasilitas pengolahan limbah domestik dan pusat pendidikan. Pembangunannya akan melibatkan instansi terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum untuk pengelolaan sungai dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam kaitan pemilihan teknologi IPAL, dan badan lingkungan hidup daerah dalam penyediaan fasilitas pendukung. Pembangunan percontohan IPAL berkapasitas 500 meter kubik per hari ini akan didanai dengan anggaran KLH Indonesia sebesar Rp 10 miliar yang dibagi dalam dua tahun anggaran, yakni tahun 2013 dan 2014. Adapun KLH Korea akan memberi dana hibah 9 juta dollar AS untuk pengadaan IPAL. Pendanaannya gabungan dari Korea Environmental Industry and Technology Institute (KEITI) dan Korea International Cooperation Agency (Koica).
Instalasi pengelolaan limbah akan dipilih yang berteknologi tidak terlalu canggih dan mahal sehingga dapat dioperasikan oleh tenaga kerja Indonesia. Instalasi pengolah ini akan menggunakan bakteri dari alam Indonesia yang telah diisolasi dan dibiakkan. Ini karena, penggunaan bakteri dari Korea tidak cocok untuk Indonesia yang hanya memiliki dua musim. Pengolahan limbah di Ciliwung pun harus multikultur alias banyak bakteri (menggunakan konsorsium bakteri) baik yang mampu melumat limbah organik maupun anorganik. Limbah proses IPAL selanjutnya didaur ulang melalui proses desalinasi atau teknik penyaringan osmosis balik, hingga memungkinkan penggunaan ulang air hasil olahan ini untuk keperluan sanitasi.

Diperlukan Koordinasi
Jika Jokowi serius mengelola Ciliwung, maka diperlukan koordinasi dengan semua pihak. Koordinasi dengan lembaga-lembaga lain, seperti KLH dan BPPT serta berkoordinasi dengan Pemprov yang lain, yakni Pemprov Jabar, karena hulu Ciliwung terletak di Puncak. Pemerintah Daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta perlu melakukan pembatasan limbah kegiatan instansional, agar kualitas air di sungai tidak melebihi baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Pengelola DAS Ciliwung perlu pula melakukan pembatasan kuantitas dan kualitas domestik yang masuk ke sungai, di antaranya dengan pembuatan IPAL komunal. Kemudian, dalam penetapan program pengendalian beban pencemaran, masing-masing wilayah administrasi harus memiliki acuan nilai daya tampung sebagai nilai target dalam pengendalian beban pencemaran. Oleh karena itu, masing-masing pimpinan wilayah serta stake holder DAS Ciliwung bertanggung jawab merumuskan program pengendalian beban pencemaran. Perencanaan program pengendalian beban pencemaran dapat dimulai dengan mengidentifikasi sumber-sumber beban pencemaran. Pengawasan sumber beban pencemaran agar sesuai dengan baku mutu limbah cair perlu rutin dilakukan dengan implementasi penegakan hukum.

Pengelolaan DAS Ciliwung harus melibatkan seluruh stake holder, pemerintah dan masyarakat serta pelaksanaan program-program yang telah direncanakan haruslah berkesinambungan. Program pengendalian beban pencemaran tidaklah dilakukan hanya sesaat, namun harus berkelanjutan dan sinergis dengan program-program pengendalian beban pencemaran antar segmen. DAS merupakan kesatuan sumberdaya yang saling berinteraksi, interaksinya tidak dibatasi oleh batas administrasi pemerintahan. Oleh karena itu, rencana dan implementasi program pengelolaan DAS harus terpadu. Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Alam suatu DAS memerlukan komitmen bersama untuk bertindak secara sinergis terkoordinasi agar target. Kualitas air Sungai Ciliwung memenuhi baku mutu peruntukan tertentu dapat tercapai.